Kuat Bukan Berarti Tak Lelah: 5 Langkah Ayah Menemukan Ketenangan

Jakarta, 13 November 2025 – Setiap 12 November, Indonesia memperingati Hari Ayah Nasional — momen untuk menghargai sosok ayah yang kerap menjadi pilar keluarga. Di balik ketegasan dan tanggung jawabnya, banyak ayah memikul tekanan besar yang sering tak terlihat: beban pekerjaan, tuntutan finansial, hingga ekspektasi sosial untuk selalu tampak kuat.

Data Badan Pusat Statistik (BPS) menunjukkan, tingkat partisipasi angkatan kerja laki-laki pada 2024 mencapai 84,66%, jauh lebih tinggi dibanding perempuan yang berada di angka 56,42%. Angka ini menegaskan bahwa peran ayah sebagai pencari nafkah masih dominan, meski kini semakin banyak perempuan ikut menopang ekonomi keluarga.

Baca juga: 5 Fase Hidup Penuh Risiko yang Mesti Dipikirkan Kaum Muda

Namun, laporan World Health Organization (WHO) menemukan bahwa laki-laki cenderung lebih jarang mencari bantuan profesional untuk urusan kesehatan mental. Norma sosial dan konstruksi maskulinitas membuat mereka enggan terlihat “lemah”, padahal tekanan yang dipendam justru bisa berujung pada stres kronis.

Untuk memperingati Hari Ayah Nasional, Allianz Indonesia menggelar sesi “Ngobrol Bareng Allianz” (NgobrAZ) bersama Psikolog Intan Erlita. Melalui diskusi ini, ia berbagi lima langkah sederhana agar para ayah bisa mengelola stres dan tetap hadir penuh untuk keluarga.

Baca juga: Generali Indonesia Ajak Hidup Seimbang Lewat Kampanye #HereNow

1. Ubah “Harus Kuat” Jadi “Boleh Dikuatkan”

Banyak ayah tumbuh dengan keyakinan bahwa mereka tak boleh rapuh. Padahal, menerima dukungan dari pasangan, anak, atau teman justru bisa menjadi bentuk kekuatan baru. Tidak apa-apa minta waktu sendiri atau sekadar bercerita — karena kuat juga bisa berarti tahu kapan harus beristirahat.

2. Lepas Kontrol Sesekali

Ayah sering terbiasa mengatur segalanya agar semua berjalan lancar. Coba beri ruang bagi pasangan dan anak untuk ikut mengambil keputusan. Selain menjadi bentuk istirahat mental, ini juga memperkuat rasa percaya dalam keluarga.

3. Sisihkan Waktu untuk Diri Sendiri

Luangkan 10–30 menit setiap hari hanya untuk diri sendiri: membaca, berjalan santai, atau bermeditasi. Momen kecil ini bisa menjadi jeda penting untuk mengisi ulang energi emosional.

4. Pisahkan Urusan Kantor dan Rumah

Kebiasaan membawa “pekerjaan pulang” sering membuat batas antara waktu kerja dan waktu keluarga kabur. Coba biasakan mematikan notifikasi kantor saat di rumah dan hadir penuh untuk keluarga. Bukan berarti mengabaikan tanggung jawab, tapi memberi ruang bagi pikiran untuk pulih.

5. Jangan Takut Bercerita

Menahan emosi terus-menerus hanya membuat stres menumpuk. Berbagi cerita dengan pasangan atau sahabat bukan tanda lemah, melainkan cara untuk menjaga koneksi dan menemukan dukungan emosional. Menurut Intan Erlita, keseimbangan emosional adalah kunci agar ayah bisa tetap menjadi pahlawan keluarga tanpa kehilangan diri sendiri. “Menjadi pejuang keluarga bukan hanya soal bekerja keras, tapi juga menjaga kesehatan mental dan emosional. Keluarga yang kuat berawal dari ayah yang sehat — lahir dan batin,” ujarnya.