Stroke Masih Jadi Pembunuh Terbesar di Indonesia
Jakarta, 28 November 2025 — Stroke masih menjadi penyebab kematian dan kecacatan tertinggi di Indonesia. Data WHO 2020 mencatat lebih dari 357 ribu kematian atau sekitar 21% dari total kematian nasional. Angka ini menempatkan Indonesia di peringkat ke-11 dengan tingkat kematian stroke tertinggi di dunia—menunjukkan betapa besar beban penyakit ini terhadap masyarakat dan sistem kesehatan.
Sayangnya, banyak orang masih menganggap gejala awal seperti pusing mendadak, senyum yang tidak simetris, penglihatan kabur, atau tangan melemah sebagai hal sepele. Padahal, ini adalah tanda-tanda kritis.
“Golden period di bawah 4,5 jam sejak gejala pertama menentukan keberhasilan pemulihan pasien. Semakin cepat tiba di rumah sakit, semakin besar peluang pulih tanpa kecacatan,” jelas dr. Riski Amanda, Sp.N, FINA, Spesialis Neurologi Neurointervensi Primaya Hospital PGI Cikini.
Baca juga: Diabetes, Mother of Diseases: Tidak Bisa Disembuhkan Tapi Bisa Dikontrol
Untuk mengenali gejala lebih cepat, metode FAST menjadi panduan sederhana: Face (wajah menurun), Arms (lengan melemah), Speech (bicara pelo), dan Time (segera ke IGD). Gejala bisa muncul satu per satu, mulai dari penglihatan buram hingga sakit kepala hebat.
Stroke terjadi karena aliran darah ke otak terhenti akibat sumbatan atau pecahnya pembuluh darah, dan tanpa oksigen sel otak dapat mati dalam hitungan menit. Penanganan medis seperti trombolisis atau trombektomi hanya efektif jika dilakukan pada periode emas tersebut.
Bagi pasien yang berhasil melewati fase akut, perjuangan belum selesai. Proses pemulihan sering kali panjang dan membutuhkan disiplin tinggi. Rehabilitasi melibatkan fisioterapi, terapi okupasi, hingga terapi wicara. Tujuannya bukan sekadar memulihkan fungsi tubuh, tetapi juga mengembalikan kemandirian dan kepercayaan diri pasien.
“Banyak pasien yang depresi setelah stroke karena merasa tak berguna. Padahal, dengan terapi berkelanjutan dan dukungan keluarga, mereka bisa kembali produktif,” lanjut dr. Riski.
Baca juga: Generali Indonesia Ajak Hidup Seimbang Lewat Kampanye #HereNow
Faktor risiko stroke sebenarnya bisa dikendalikan. Hipertensi, diabetes, kolesterol tinggi, dan kebiasaan merokok adalah penyebab utama yang bisa dicegah dengan perubahan gaya hidup. Pemeriksaan kesehatan rutin, terutama bagi usia di atas 40 tahun, menjadi langkah penting untuk mendeteksi risiko sejak dini.
Tak kalah pentingnya pencegahan dengan cara rutin memeriksa kesehatan, mengendalikan tekanan darah, berhenti merokok, menjaga berat badan, aktif bergerak, dan mengatur pola makan. “Stroke bukan takdir, tapi akibat dari kebiasaan yang bisa diubah. Cukup dengan mengontrol tekanan darah, makan sehat, dan aktif bergerak, risiko stroke bisa turun drastic,” tutup dr. Riski.
