Google WeatherNext 2 dan Komersialiasi Informasi Prakiraan Cuaca
Jakarta, 18 November 2025 – Ketika cuaca kian tidak menentu makin, semakin banyak orang mengandalkan informasi prakiraan cuaca. Kita di Indonesia tentunya sangat bergantung pada informasi cuaca dari BMKG. Apakah hari ini kita perlu membaya payung atau mantel, apakah kita cukup memakai kaus yang tipis karena cuaca panas, kita dapat menengok informasi dari BMKG.
Informasi prakiraan cuaca makin powerful dengan bantuan tenologi kecerdasan buatan (AI). Google telah meluncurkan WeatherNext 2. Banyak orang mungkin menganggapnya sekadar pembaruan fitur cuaca di ponsel. Namun bagi industri energi, pertanian, logistik hingga asuransi, kehadiran WeatherNext 2 menandai sebuah titik balik: prakiraan cuaca kini bukan lagi sekadar layanan publik, melainkan infrastruktur strategis yang ditenagai AI.
Sebagaimana dikutip dari theverge.com, WeatherNext 2 bukan hanya lebih cepat — delapan kali dari generasi sebelumnya — tetapi juga diklaim mencapai akurasi 99,9 persen dalam memprediksi variabel seperti suhu dan angin.
Selama puluhan tahun, prediksi cuaca bergantung pada superkomputer berbasis simulasi fisika atmosfer. Google kini mengklaim mampu menghasilkan ratusan skenario cuaca hanya dalam hitungan detik menggunakan model AI yang dilatih dari data historis.
Baca juga: ICS Compute Hadirkan Agentic AI, Entrepreneur Bisa Punya Karyawan hingga CEO AI
“Ini bukan lagi eksperimen,” ujar Peter Battaglia, Senior Director of Research di Google DeepMind kepada theverge.com. “Kami sudah cukup percaya diri bahwa prediksi AI ini efektif — dan benar-benar bermanfaat.”
Pernyataan itu penting, karena Google kini mengintegrasikan WeatherNext 2 ke berbagai layanan utama: Google Search, Gemini, Google Maps, hingga aplikasi cuaca di perangkat Pixel. Dengan kata lain, untuk pertama kalinya dalam skala global, AI menjadi mesin utama di balik prakiraan cuaca harian yang dilihat pengguna.
Di baliknya, teknologi inti bernama Functional Generative Network (FGN) memungkinkan model menghasilkan banyak kemungkinan prakiraan dalam satu kali pemrosesan. Pendekatan ini berbeda dari model AI generatif sebelumnya, yang harus menjalankan komputasi berulang kali untuk setiap prediksi. Hasilnya adalah prakiraan cuaca hingga 15 hari ke depan, dengan pembaruan per jam, pada kecepatan inferensi yang sebelumnya mustahil.
Dampak Industri: Cuaca Menjadi Infrastruktur Ekonomi Baru
Bagi konsumen, perubahan ini mungkin terasa seperti fitur tambahan. Tapi bagi industri, ini adalah disrupsi.
- Energi Terbarukan
Produksi listrik berbasis angin dan surya sangat sensitif terhadap kondisi cuaca. Prediksi per jam memungkinkan operator grid menyeimbangkan suplai dan permintaan dengan presisi yang dulu tidak mungkin. - Pertanian
Jadwal tanam, penyemprotan pestisida, dan konsumsi air ditentukan cuaca. Prediksi mikroiklim berbasis AI dapat meningkatkan efisiensi pertanian sekaligus melindungi hasil panen dalam skala besar. - Logistik & Transportasi
Cuaca buruk menyebabkan keterlambatan pengiriman, gangguan navigasi laut, hingga pembatalan penerbangan. Prediksi granular memungkinkan perusahaan melakukan dynamic rerouting berbasis data nyata. - Asuransi Risiko
Industri asuransi cuaca dan bencana selama ini bekerja dengan ketidakpastian besar. Akses API prakiraan AI lewat BigQuery atau Earth Engine akan memungkinkan pricing risiko real-time dan produk indeks baru.
Ini bukan sekadar fitur Google — ini adalah produk data bernilai miliaran dolar.
Persaingan Big Tech vs Lembaga Meteorologi
Selama puluhan tahun, prediksi cuaca skala besar dikuasai badan riset dan meteorologi seperti ECMWF di Eropa. Namun lanskap tiba-tiba berubah dalam tiga tahun terakhir.
Google memiliki WeatherNext 2. Nvidia mengembangkan FourCastNet. Huawei mendorong Pangu-Weather. Semua menggunakan AI generatif alih-alih model fisika klasik.
Baca juga: lima agen kecerdasan buatan (AI) milik Lazada
Pertanyaannya bukan lagi “siapa yang paling akurat,” melainkan “siapa yang paling cepat mengkomersialisasikan cuaca sebagai layanan digital.”
Google kini menjadi pemain pertama yang mengintegrasikan model itu langsung ke produk mainstream.
Komersialisasi Informasi Publik
Jika prakiraan cuaca menjadi layanan AI komersial, muncul pertanyaan besar: Apakah data prakiraan presisi tinggi akan menjadi proprietary milik korporasi? Apa yang terjadi jika model AI salah memprediksi fenomena ekstrem? Apakah negara-negara berkembang akan tertinggal dalam akses data cuaca?
Dengan kata lain, ketika model prediksi cuaca menjadi bagian dari infrastruktur digital global, siapa yang sebenarnya mengontrolnya: ilmuwan, pemerintah, atau perusahaan teknologi?
Prakiraan cuaca bukan lagi sekadar informasi publik — ia menjadi sistem prediksi bernilai ekonomi tinggi. WeatherNext 2 menandai bahwa Google sedang mengubah cuaca menjadi aset data strategis, sama seperti ketika Google Maps mengubah peta menjadi platform navigasi digital.
Jika tren ini berlanjut, maka dalam lima tahun bisa saja setiap bandara, operator energi, agritech, dan perusahaan logistik mungkin berlangganan prediksi cuaca AI, keputusan ekonomi bernilai triliunan dolar dilakukan berdasarkan output model AI, bukan superkomputer pemerintah, dan cuaca berubah dari fenomena alam menjadi komoditas digital.
