Haruskah Guru Digantikan AI?
Jakarta, 28 Oktober 2025 — Teknologi kecerdasan buatan (AI) kini merambah hampir semua sektor, termasuk dunia pendidikan. Dari membantu membuat materi ajar hingga memeriksa tugas, AI menjadi asisten baru bagi para pengajar. Namun, muncul pertanyaan yang mulai sering dilontarkan: apakah guru suatu saat bisa digantikan oleh AI?
Ketua Umum ISACA Indonesia Chapter, Harun Al Rasyid, menegaskan bahwa peran guru tetap tak tergantikan. Namun, ia juga mengingatkan agar para pendidik tak menutup mata terhadap perkembangan AI yang begitu cepat.
“Rasanya masyarakat juga harus terbuka bahwa mempelajari AI itu tidak hanya dari sisi manfaat, tapi juga harus mempelajari risikonya,” kata Harun dalam wawancara di Jakarta, Selasa (28/10/25).
“AI sendiri juga masih banyak proses belajarnya, masih banyak data yang bias atau halusinasi. Jadi kebenaran dari data yang dihasilkan AI ini juga belum tentu sempurna.”
Menurut Harun, AI memang membawa kemudahan dalam proses pembelajaran. Namun, di sisi lain, muncul fenomena baru: ketergantungan siswa terhadap AI.
“Anak-anak ini kekurangan daya pikir. Karena semua serba mudah dari AI, akhirnya mereka nggak baca lagi, males mikir. Ketika ditanya tanpa AI, nggak bisa apa-apa,” ujarnya.
Fenomena itu, menurutnya, menjadi tantangan baru bagi dunia pendidikan. Guru tidak bisa lagi sekadar memberi tugas dan menerima hasil dari AI. Sebaliknya, guru perlu mengubah pola ajar agar siswa tetap memiliki kemampuan berpikir kritis.
“Guru harus bisa men-challenge apa yang dikerjakan atau diperoleh dari AI. Anak-anak harus ngerti, nggak cuma copy-paste, tapi menganalisis: apa sih yang dihasilkan AI ini, benar atau tidak?” kata Harun.
AI Bukan Pengganti, Tapi Alat Bantu
Meski banyak kekhawatiran, Harun menegaskan bahwa profesi guru tidak akan hilang. Justru guru perlu memperkuat diri agar bisa memanfaatkan AI dengan bijak.
“Guru juga harus meningkatkan kapasitasnya. Dalam arti, membiasakan diri menggunakan AI, berpikir kritis dengan hasil AI. Karena kalau murid pakai AI, guru nggak pakai, gurunya kalah,” ujarnya sambil tersenyum.
Ia menambahkan, tidak masalah jika guru menggunakan AI dalam proses mengajar, selama tetap bisa mempertanggungjawabkan kebenarannya.
“Kita semua memanfaatkan AI. Tapi hasil pekerjaan kita harus dipertanggungjawabkan. AI itu alat bantu, bukan pengganti posisi kita,” tegasnya.
Pendidikan yang Adaptif Bukan Pasif
Dunia pendidikan tengah berada di persimpangan antara teknologi dan kemanusiaan. Di satu sisi, AI menawarkan efisiensi dan kemudahan. Di sisi lain, jika tak disertai dengan pendekatan kritis dan etis, generasi muda bisa kehilangan daya pikir mandiri.
Sebagaimana diingatkan Harun, peran guru justru semakin penting: bukan sekadar pengajar, tapi pembimbing intelektual di tengah arus informasi yang serba instan. “Guru bukan hanya menyampaikan ilmu, tapi juga menumbuhkan nalar,” katanya.
Jadi, haruskah guru digantikan AI?Jawabannya tidak perlu — selama guru mampu bertransformasi dan menjadikan AI bukan sebagai ancaman, melainkan sebagai rekan berpikir.
