Muhammadiyah Susun Panduan Fikih untuk Lansia

Jakarta, 3 November 2025 – Selama ini yang banyak dibahas adalah bonus demografi, yakni kondisi dimana jumlah usia produktif lebih besar dibandingkan usia non produktif. Isu mengenai ledakan jumlah penduduk lansia (lanjut usia) jarang mendapat perhatian pemerintah dan masyarakat. Padahal jumlah penduduk lansia di Indonesia terus meningkat.

Persentase penduduk lansia di Indonesia pada 2015 sebanyak 8,43 persen. Sedangkan pada 2021, tembus di angka 10,82 persen. Lalu terus naik pada 2024, mencapai 12 persen. Menurut Badan Pusat Statistik (BPS), pada 2045, jumlah lansia di Indonesia diproyeksikan sebanyak 65,82 juta orang atau mencapai 20,31 persen dari total penduduk pada 2045.

Di tengah minimnya sorotan terhadap lansia, Muhammadiyah justru peduli pada fenomena aging society (masyarakat menua) yang sedang melanda Indonesia. Dikutip dari situs resminya muhammadiyah.or.id, jumlah warga lanjut usia yang meningkat tajam menimbulkan tantangan baru dalam bidang ibadah, keluarga, kesehatan, hingga kesejahteraan sosial. Dalam pandangan Muhammadiyah, fikih harus hadir sebagai pedoman hidup yang menuntun setiap tahap kehidupan manusia, termasuk masa tua.

Untuk menjawab tantangan tersebut, Majelis Tarjih dan Tajdid Pimpinan Pusat Muhammadiyah menggelar Halaqah Fikih Lanjut Usia di Masjid Islamic Center Universitas Ahmad Dahlan, Yogyakarta pada Sabtu (01/11). Kegiatan ini merupakan bagian dari amanat Muktamar ke-48 Muhammadiyah di Surakarta untuk melahirkan panduan keagamaan salah satunya tentang isu melonjaknya populasi lanjut usia (lansia).

Penyusunan Fikih Lanjut Usia dimaksudkan untuk memberikan panduan syariat yang empatik dan aplikatif bagi lansia, sekaligus membantu masyarakat dan keluarga agar dapat memperlakukan mereka dengan penuh hormat dan kasih sayang. Fikih ini diharapkan menjadi rujukan umat dalam menjaga martabat, kemandirian, dan nilai ibadah di usia senja.

Dalam sambutan pembukaan, Ketua Pimpinan Pusat Muhammadiyah Syamsul Anwar menegaskan bahwa fikih adalah kumpulan norma keagamaan Islam (al-aḥkām asy-syar‘iyyah) yang mengatur perilaku konkret manusia menuju kebahagiaan dunia dan akhirat.

Fikih, menurutnya, memiliki tiga hirarki norma: nilai-nilai dasar (al-qiyam al-asāsiyyah), asas-asas umum (al-uṣūl al-kulliyyah), dan ketentuan hukum konkret (al-aḥkām al-far‘iyyah). Karena itu, penyusunan Fikih Lanjut Usia harus berangkat dari kerangka nilai yang utuh — spiritual, sosial, dan kemanusiaan.

Halaqah ini diikuti oleh peserta dari berbagai unsur: Majelis Tarjih dan Tajdid Pimpinan Wilayah Muhammadiyah, Majelis Tabligh, Majelis Pembina Kesejahteraan Sosial, Lembaga Amil Zakat, Infak, dan Sedekah (LazisMu), serta perwakilan Aisyiyah dan akademisi dari perguruan tinggi Muhammadiyah. Mereka terlibat aktif dalam memberikan masukan terhadap rancangan bab-bab fikih yang telah disusun oleh tim penyusun.

Tim penyusun Fikih Lanjut Usia terdiri dari para ahli yang berasal dari berbagai disiplin ilmu, antara lain: Fattah Santoso, Evi Sofia Inayati, Ro’fah, Nur Ismanto, Wawan Gunawan Abdul Wahid, Alimatul Qibtiyah, Supriatna, Isti’anah ZA, Ghoffar Ismail, Adhi Santika, Siti Aisyah, dan Mahsunah Syakir, dan beberapa tim asistensi.

Tim ini bekerja di bawah koordinasi Majelis Tarjih dan Tajdid PP Muhammadiyah melalui Divisi Kajian Kemasyarakatan dan Keluarga, dengan dukungan tim pelaksana dan fasilitator dari kalangan muda Muhammadiyah.

Enam Bab Rancangan Fikih Lanjut Usia

Selama halaqah, peserta mendiskusikan enam bab utama rancangan Fikih Lanjut Usia yang mencakup dimensi ibadah, kesehatan, relasi keluarga, kemandirian, dan tanggung jawab sosial. Diskusi berlangsung dinamis dan terbuka, menegaskan bahwa fikih harus bergerak seiring perubahan zaman tanpa kehilangan ruh syariatnya.

“Kami berharap dari halaqah ini ada masukan-masukan untuk memperkuat dan memperbaiki gagasan tentang fikih lansia yang telah kami susun ini,” ucap Wakil Ketua Majelis Tarjih dan Tajdid Pimpinan Pusat Muhamamdiyah Muhammad Fattah Santoso.

Majelis Tarjih menegaskan, penyusunan Fikih Lanjut Usia ini bukan sekadar penyusunan hukum, tetapi bentuk nyata kepedulian Islam terhadap kemanusiaan. Fikih ini diharapkan menjadi panduan praktis sekaligus moral bagi umat dalam menghormati dan memuliakan para lansia.

“Ini adalah sebuah ikhtiar agar masa tua tidak menjadi beban, melainkan fase hidup yang tetap bermartabat dan bernilai ibadah,” ucap Fattah.